cerpen my lovely friend
My Lovely Friend
Mentari pagi bersinar terang
menembus cakrawala. Perlahan namun pasti semakin naik keatas. Luna menyibak
tirai kamarnya dan merapikan kembali rambutnya.
“Pagi, Mom!” Luna mencium pipi
mamanya. “Ma, Luna berangkat bareng Karel jadi Poyan nggak perlu ngantar Luna.
Dah Mama!” Bu Rima geleng-geleng kepala melihat tingkah anaknya. Luna berlari
dan berhenti di depan gerbang. Tidak beberapa lama Karel muncul dengan United
Pattaya Hitamnya. Luna sebenarnya belum janjian dengan Karel.
“Aku berangkat denganmu, bolehkan?” tanpa
menunggu jawaban Karel, Luna langsung duduk di boncengan. Karel tidak punya
pilihan.
“Rel, aku mau cerita, jadi kemarin
itu..” Dan mengalirlah cerita Luna. “Trus tiba-tiba...”
“Luna!” Karel memotong cerita Luna.
“Kamu bisa diem nggak sih?! Kita itu di jalan, malu tahu sama orang.”
“Iya.” Luna bukannya kapok malah
cekikikan. Karel dan Luna berteman sejak kecil. Jarak rumah mereka juga tidak
terlalu jauh. Karel yang pendiam dan berotak briliant, dan Luna yang cerewet
tapi ceria mempunyai segudang ide yang cemerlang.
¶¶¶
Luna ke kelas lebih dulu. Karel dan
Luna memang beda kelas. Hari ini di kelas Karel ada siswa baru namanya Shira
Amalia, pindahan dari Depok. Shira duduk di belakang. Mereka diminta untuk melanjutkan
tugas kemarin. Shira yang belum mempunyai buku jelas kebingungan. Kebetulan
Karel sudah selesai mengerjakan. Ia lalu meminjamkan bukunya pada Shira.
Pulang sekolah Karel menunggu Luna
didepan gerbang. Dia termasuk pengurus OSIS. Ternyata Shira juga sedang
menunggu jemputan. Mereka mulai ngobrol walaupun masih canggung. Tiba-tiba Luna
muncul, dia kabur dari rapat OSIS.
“Kebiasaan.” ejek Karel. Luna cuek.
Kemudian dia mengamati Shira. “Aku belum pernah melihatmu. Apa kau anak baru?”
tanya Luna pada Shira. Shira mengangguk, dia lalu memperkenalkan diri.
“Benarkah? Kalau begitu, perkenalkan
namaku Luna Lovegood.” Shira mengerutkan kening. Luna Lovegood itu peran di
Harry Poter.
“Abaikan dia. Nama aslinya Luna
Sylvia, panggil saja Luna.” jelas Karel.
“Kami berteman sejak kecil lho.
Kalau kau mau kau boleh berteman dengan kami. Sabtu besok, kita bertemu di
taman kota jam 7 malam, OK?” Shira kaget plus bingung. Karel menjitak kepala
Luna.
“Dia mana tahu, dia kan masih baru
disini.” Omel Karel. Luna mengelus kepalanya yang dijitak Karel. Tapi ternyata
Shira tahu. Taman kota tidak jauh dari rumahnya yang ada di perumahan Griya
Indah.Tidak lama mobil jemputan Shira datang. Shira pulang diikuti Luna dan
Karel.
¶¶¶
Luna menyalin jawaban Karel. Tapi Karel
tidak tahu. Karel sendiri sedang mengerjakan matematika. Karel mulai curiga
dengan tingkah Luna. Karel merebut buku B. Inggrisnya.
“Lho Karel, kok bukunya diambil
sih?! Kan aku belum selesai.” Protes Luna.
“Belum selesai apa?” pancing karel.
“Belum selesai nyalin.” Luna
keceplosan. Dia hanya nyengir. Luna mencoba merebut buku itu dari Karel. Tapi
gagal. Akhirnya Karel menjelaskan pada Luna. Luna Cuma mendengarkan, jika Karel
sudah selesai bicara, dia akan bertanya ‘jadi, jawabannya apa?’ membuat Karel
gemas lalu menjitak kepala Luna. Kebiasaan mereka, jika selesai belajar mereka
akan bersepedaria. Walaupun hanya muter-muter komplek atau pergi ke taman
bermain.
Saat mereka keliling kompleks lain
waktu, mereka tidak sengaja melihat Shira sedang bermain dengan anjingnya.
Kemudian mereka singgah sebentar kerumah Shira. Mereka mengobrol banyak hal.
Hubungan mereka semakin erat setelah acara sok kenal Luna tempo hari. Sebelum
pulang, Luna kembali mengingatkan janji mereka sabtu besok.
¶¶¶
Luna dan Karel sudah menunggu Shira
sejak setengah jam yang lalu, namun Shira belum juga muncul. Luna sudah
menyiapkan tiga lembar tiket untuk menonton sirkus yang diadakan setiap satu
bulan sekali. Luna selalu menontonnya dengan Karel. Tidak lama kemudian Shira
muncul. Kemudian mereka berangkat ke gedung pertunjukan yang hanya 200 meter
dari tempat mereka duduk.
Setelah malam itu, Shira mulai ikut
belajar bersama dan bersepeda keliling komplek. Shira punya sepeda yang sama
dengan punya Karel, punya Shira warna merah. Lama mengenal Shira, Luna baru
menyadari jika Shira itu duplikatnya Karel dalam versi cewek. Mereka
benar-benar mirip dalam hal sifat dan kebiasaan.
Suatu hari Shira main kerumah Luna.
Dia bilang kalau dia suka sama Karel sejak pertama bertemu. Luna shock. Dia
memang sudah menduganya sejak lama, tapi tetap saja mengejutkan. Dan entah
mengapa ada yang aneh dengan hatinya. Sebuah perasaan yang tidak nyaman. Luna
speechless. Shira meminta bantuan Luna untuk mendekatkan mereka berdua. Luna
dilematis, disatu sisi dia senang dua sahabatnya bisa jadian. Tapi disisi lain,
hatinya berontak, entah mengapa Luna sendiri juga tidak tahu. Tapi, tanpa Luna
sadari dia telah mengangguk sambil tersenyum.
Sejak saat itu, Luna sering memberi
waktu Shira dan Karel berdua. Luna jadi sok sibuk. Dia jadi aktif di OSIS,
padahal selama ini dia sering bolos rapat. Luna juga jarang ikut belajar bareng,
dan weekend. Tapi tetap berangkat bareng, bedanya Luna naik sepeda sendiri.
Sama dengan punya Karel dan Shira, tapi punya Luna warna kuning. Malam ini
Shira dan Karel nonton sirkus berdua. Luna, dia dikamar sambil cemberut karena
tidak bisa nonton sirkus. Tadi Shira bilang dia akan mengungkapkan perasaannya
malam ini. Jadi mau tidak mau Luna harus merelakan satu malam sirkusnya.
¶¶¶
”Shira”
“Karel” mereka berdua memanggil
bersamaan. Lalu mereka tertawa. “Ada yang mau aku omongin” lanjut Karel.
“Aku juga.”
“Ya udah, kamu duluan.” Shira
menggeleng. “Cowok duluan” kata Shira.
“Oke, aku mau jujur sama kamu kalau
sebenarnya aku- suka sama Luna. Menurutmu aku harus bagaimana?” Shira terkejut.
Shira tidak pernah menyangka Karel akan mengatakan hal itu. Hatinya seperti
remuk.
“Shira?”
“Eee, ka-kamu ngomong aja sama
Luna.” Akhirnya Shira hanya bisa berkata seperti itu, tapi suaranya bergetar.
Karel sendiri hanya mengangguk-angguk, tidak menyadari perubahan air muka
Shira.
“Tapi- aku tidak tahu bagaimana, kau
mau membantuku?” tanya Karel memohon. Shira bingung, bagaimana dengan hatinya
yang tengah hancur? Tapi Shira mengangguk. “Makasih ya. O iya, tadi kamu mau
bilang apa?”. Tanya Karel.
“Eee, lupa” kata Shira sambil
tersenyum getir. Aku mau bilang kalo aku
sayang sama kamu, dan aku berharap kamu juga begitu.
¶¶¶
Shira sempat tidak berangkat tiga hari. Sakit hatinya membuat
fisiknya drop. Luna tahu kalau Shira tidak jadi bilang Karel, Shira sendiri
yang bilang. Luna kecewa tapi dia juga senang. Dan hari ini mereka kembali
belajar bersama. Luna yang selalu dimarahi Karel dan Shira karena tidak mau
mikir. Dan kepala Luna yang menjadi bahan jitakan Karel dan Shira karena dia
lebih milih nyontek. Tiba-tiba Karel menghentikan kegiatan seru itu.
“Temen-temen aku ada pengumuman.”
Suasana menjadi hening. “Shira aku mau kamu menjadi saksi, sebagai sahabat
aku.” Shira merasa lubang dihatinya kembali terbuka lebar. Dan luka itu kini
menganga.
“Luna, aku sayang sama kamu. Aku
nggak tahu sejak kapan rasa ini mulai tumbuh, tapi aku tahu kalau hatiku telah
meninggalkanku untuk berlabuh ke lautan cinta di hatimu.” Tutur Karel.
Tenggorokan Luna tercekat, dia melirik Shira. Badan Shira bergetar, sepertinya
dia berusaha keras untuk tidak menangis. Kemudian Shira bangkit dan pulang
dengan sepedanya, karena mamanya sudah menunggu. Luna mengikuti Shira setelah
pamit pulang sama Karel. Luna berhenti di depan Shira, lalu dia mendekat ke
Shira dan memeluknya.
“Maafin aku, Ra. Aku sama sekali
nggak tahu hal ini.” Shira melepas pelukan Luna. “Aku nggak papa. Aku udah
tahu. Aku cuma belum siap aja. Sekarang aku hanya pengen sendiri, aku pulang
ya.” Shira meninggalkan Luna dengan
segudang pertanyaan di benaknya.
¶¶¶
Luna sedikit menjaga jarak dengan
Karel. Karel menyadarinya, dia jadi sedikit canggung jika bertemu Luna. Shira,
dia drop lagi dan tidak berangkat dua hari. Luna merasa kepalanya mau meledak.
Masalah satu tapi terasa sangat pelik. Tapi anehnya Luna merasa senang begitu
tahu jika Karel sayang padanya. Tapi Shira, dia pasti hancur. Luna memutuskan
untuk pergi ke taman. Sudah malam, pasti tidak ada pengunjung.
“Kau tahu? Aku mencarimu
kemana-mana.” Sebuah suara mengagetkan Luna. Karel. Tidak lama kemudian hujan
turun, tapi Luna tidak mau beranjak.
“Aku tahu kau ingin jadi dokter, dan
kau sangat peduli kesehatan. Tapi sekarang kau bukan dokter. Jadi diamlah, aku
sudah hafal apa yang akan kau katakan.” Karel mengalah, mereka hujan-hujanan di
malam yang cukup dingin.
“Kau tahu, aku baru sadar kalau aku
mencintaimu, tapi kita tidak bisa bersama. Yang harus kau tahu, Shira
mencintaimu, dari pertemuan pertama kalian.” Luna berhenti sejenak. “Aku tidak
tahu sejak kapan rasa ini mulai tumbuh, lalu aku berfikir, kau menyayangiku,
aku mencintaimu. Aku mulai mementingkan egoku. Tapi aku teringat Shira, kalau
aku pikir kalian lebih serasi, kalian berdua itu sangat mirip. Kalian itu
nyambung. Ada yang mengatakan padaku, cinta sejati adalah dimana kita merelakan
orang yang kita sayangi bahagia dengan orang lain.” Papar Luna. Karel diam, dia
bingung harus berkata apa.
“Kamu salah, Lun.” Suara lain
menyahut. Shira. “Karel nggak bahagia sama aku. Tapi Karel bahagia denganmu.
Kebahagiaan Karel adalah kebahagiaanku. Jangan sok tahu soal cinta. Kau harus
belajar dariku.” Omel Shira, membuat Karel dan Luna tertawa.
Akhirnya, Luna dan Karel resmi
jadian. Persahabatan mereka tetap kompak. Acara weekend dan kelompok belajar
mereka terus berlanjut. Tapi Shira sadar diri, dia sering meninggalkan mereka
berdua. Seperti malam ini, Shira sengaja meninggalkan mereka di time zone, dan
biar tidak bosan, Shira keliling-keliling sendiri.
“Kenapa cuma sendiri?” sebuah suara
mengagetkan Shira.
“Arvin” orang yang dipanggil Arvin
tersenyum. “sendiri?” tanyanya lagi.
“Tidak, tadi sama teman, tapi aku
meninggalkan mereka, karena aku tidak mau jadi orang ketiga.” Kata Shira.
“Mau kutemani?” kata Arvin
menawarkan diri. Shira mengangguk. Move on itu ternyata tidak sesulit yang
dibayangkan.
The
end
Komentar
Posting Komentar